Kehidupan ini aneh. Termasuk bertemu denganmu adalah hal
aneh. Dan membuatku menjadi aneh. Aku bilang aku menyukaimu, dan kamu
menolaknya mentah-mentah. Kau bilang, aku menguntit hingga ke lubang sempit para dedemit. Wek!
Aku bukanlah polisi reserse yang akan menjadikanmu sosok
buronan. Hanya orang-orang bodoh yang
membuat yang disayanginya menjadi tak aman. Betapapun, pengalaman itu tak
menenangkan ataupun mungkin menyakitkan. Sebab perasaan sayang dan cinta takkan
berubah dan berganti, hanya gara-gara penolakan. Karena anggapanmu sendirilah,
akhirnya aku tampak membayang-bayangimu.
Sesungguhnya, aku hanyalah sosok yang pasif, pendiam, dan
pemalu. Makanya aku menembakmu sekali. Aku tak seperti dalam tulisan-tulisanku
yang pernah kau baca. Yang selalu setia menampilkan sosok lelaki yang tangguh
dan militan untuk setia pada satu cinta dan kukuh mengejar Aku hanyalah seorang
pemimpi. Kemudian menampilkan sosok imajiner perempuan maskulin yang suatu saat
dialah yang menembakku tanpa perlu ditembak.
Karena, aku pasif dan bukan termasuk kalangan lelaki
pemberani. Aku hanya seseorang yang memimpikan sosok Srikandi. Sosok maskulin
yang menembakku suatu saat. Aku tetapi, aku tak pernah bermimpi jadi seorang
Arjuna dengan setumpuk kisah asmara dengan segepok cinta tergemgam. Aku hanya
bermimpi tentang satu cinta. Kau.
Kau tahu, banyak cinta itu pertanda kuat, dia tak pernah
mengalami jatuh cinta! Kau tahu, Arjuna itu layak dikasihani. Kalau kau intip
ruang terdalam batinnya, sesungguhnya dia sedang gelisah dan putus asa.
Lihatlah ada sesuatu menetes di sana, di dalam rongga-rongga dadanya [dia
terluka!]. Dari sekian perempuan yang ditaklukkan, tak satu pun yang membuatnya
jatuh pada cinta. Makanya, bukannya dia playboy.
Dia hanya seorang lelaki yang putus asa. Percayalah! Aku termasuk lebih beruntung dari dia. Sebab
aku telah menemukan cinta itu. KAU. Ya, meskipun lalu tak termiliki. Tidak
perlu kau bilang, aku tidak layak jadi Lelaki. Aku hanyalah sosok yang dominan
feminim Itu saja. Kalaupun masih kau anggap begitu? Jika demikian, si Gibran
pun feminim. Bacalah tulisan-tulisannya. Apakah dia tidak layak jadi lelaki?
Namun bukan feminitas seperti Romeo yang lalu memilih menanggalkan nalar,
dengan mementingkan sisi dramatisnya
Srikandi dominan maskulin. Apakah dia tidak patut jadi
perempuan? Bukan berarti maskulinitas layaknya Condolirize sang juru bicara AS
itu. Sesungguhnya, feminimitas bukanlah milik perempuan Hanya saja, akan lebih
sempurna jika perempuan juga maskulin. Maskulinitas bukanlah milik otoritas lelaki Tentu,
akan lebih lengkap jika dia juga menyimpan feminimitas Bukankah begitu?
Apa kau
setuju? Sesungguhnya, aku takkan membencimu; hanya gara-gara soal-soal itu.
Atau,
karena tak memilikimu. Setiap manusia menyimpan kelemahan. Dan, kelebihan itu
ada di tempat lain dan akan melengkapi.
karena tak memilikimu. Setiap manusia menyimpan kelemahan. Dan, kelebihan itu
ada di tempat lain dan akan melengkapi.
Apakah itu aku?
Nah, semoga aku mulai lebih maskulin sekarang. Aku tidak sedang menggoda. Sungguh.
Percayalah. Dan yakinlah! Dengan seyakin-yakinnya keyakinan yang teryakini.
Apa kau, percaya?
[ah, kau selalu begitu. Senyum dikit napa sih??]
0 komentar:
Posting Komentar